Wow! Ketua Sinode GMIM Viral Terkait MoU dengan Gereja Pendukung LGBT

Manado, Maesaanwayanews.com – Belum habis dihebohkan dengan pemberitaan terkait Dugaan Kasus Korupsi Dana Hibah Sinode GMIM. Media sosial (Medsos) kembali dihebohkan terkait Ketua Sinode GMIM Pdt Hein Arina yang melakulan kerja sama pelayanan lewat penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Presbyterian Church (PCUSA) di Kentucky.

Berdasarkan postingan viral itu menyebut PCUSA yang bekerjasama dengan GMIM adalah salah satu denominasi Kristen Protestan di AS yang secara terbuka mendukung komunitas LGBTQ+.

Hal itu memicu banyak tanggapan negatif di media sosial baik dari netizen dan bahkan dari kalangan pendeta.

Salah satu suara kritis datang dari Pdt Joice Worotikan. Lewat akun media sosial Facebooknya, dirinya menyampaikan kerisauannya atas kerjasama GMIM dengan PCSUA tersebut.

“Entah GMIM paham jika PCUSA itu termasuk pro dan pendukung LGBTQ+ atau jangan-jangan GMIM nda mangarti tu LGBTQ+?,” tulisnya.

Pdt Joice Worotikan kembali menjelaskan, PCUSA tersebut dikenal tidak mendiskriminasi gender dan telah mempraktikkan sejumlah kebijakan progresif.

Termasuk menahbiskan pendeta transgender dan merestui pernikahan sesama jenis.

“Gereja PCUSA ini tidak mendiskriminasi gender, ramah ke LGBTQ dan transgender (ganti kelamin) dan mempendetakan transgender serta bahkan menikahkan pasangan LGBTQ,” tambahnya.

Pdt Joice Worotikan pun menutup postingannya dengan bahasa sarkastik, “Tantu ini kabar gembira for GMIM,” tutupnya.

Sementara itu, berdasarkan penelusuran media ini, lewat halaman web resmi pcusa.org, terdapat halaman bagian yang berjudul LGBTQIA+ Ministry.

Halaman bagian tersebut berisi hal-hal yang mendasari PCUSA mendukung komunitas LGBTQIA+.

Saat ditranslate ke dalam bahasa Indonesia, inti dari halaman bagian tersebut menjelaskan demikian :

‘Gereja Presbiterian (AS) adalah sebuah denominasi arus utama Kristen Protestan di Amerika Serikat. Gereja ini adalah bagian dari keluarga Reformasi dalam Protestantisme, yang berasal dari cabang Reformasi Protestan yang dimulai oleh Yohanes Calvin.

Kementerian Gereja Presbiterian USA (PCUSA) merayakan anugerah dari semua identitas gender dan orientasi seksual dalam kehidupan gereja serta menegaskan martabat dan kemanusiaan penuh dari semua orang.

Menurut Sidang Umum ke-223, Dengan keyakinan bahwa semua orang diciptakan menurut gambar Allah dan bahwa Injil Yesus Kristus adalah kabar baik bagi semua orang, Sidang Umum menegaskan komitmennya untuk menerima sepenuhnya, menerima tanpa syarat, dan mengikutsertakan orang-orang transgender, mereka yang mengidentifikasi diri sebagai non-biner, serta semua identitas gender lainnya dalam seluruh kehidupan gereja dan dunia.

Sidang ini juga menegaskan kewajiban gereja untuk membela hak semua orang dengan berbagai identitas gender untuk hidup bebas dari diskriminasi, kekerasan, dan segala bentuk ketidakadilan.

Sidang Umum juga telah membentuk Komite Advokasi untuk Kesetaraan LGBTQIA+, yang berfokus pada promosi dan penjaminan hak serta kesempatan yang setara bagi individu LGBTQIA+.

Komite advokasi dalam denominasi ini berfungsi sebagai mekanisme akuntabilitas dan kesaksian profetik. Bersama dengan bidang pelayanan seperti Perempuan dan Keadilan Gender, komite advokasi ini berupaya mengatasi dan memperbaiki ketidakadilan yang dialami oleh kelompok LGBTQIA+ dan kelompok lain yang secara historis terpinggirkan dan dibungkam akibat struktur kekuasaan yang menindas dan dipertahankan oleh dosa manusia’.

Berdasarkan penelusuran media ini juga, PCUSA diketahui sudah banyak dikritisi oleh sejumlah pendeta atau pastor di Amerika.

Salah satunya, ada pastor dari Amerika Serikat bernama Michael Grant.

Pastor Michael Grant dalam akun youtubenya turut mengatakan bahwa, PCUSA telah mengesahkan sebuah resolusi yang memberhentikan semua rohaniawan yang berpegang pada ajaran pernikahan tradisional sebagaimana diajarkan oleh Yesus Kristus dalam Matius 19.

“Sejak denominasi ini memutuskan untuk menahbiskan rohaniawan LGBT secara terbuka pada tahun 2011. Mereka telah kehilangan lebih dari 1 juta anggota jemaat,” sebut Pastor Michael Grant dalam akun youtubenya.

Kehilangan satu juta anggota jemaat tersebut, kata Pastor Michael Grant merupakan buntut dari PCUSA menyetujui amandemen melarang diskriminasi terhadap LGBTQA+.

“Begitulah cara mereka menyebutnya, tetapi apa yang sebenarnya mereka lakukan adalah mereka menendang keluar pendeta atau pastor yang memegang teguh pandangan Alkitabiah tentang pernikahan,” sebutnya.

Sehingga menurut Pastor Michael Grant, dengan PCUSA mendukung kelompok LGBTQA+ maka pelayanan gereja tersebut sudah tidak berdasarkan dengan Alkitabiah.

“Karena dalam Matius 19:4-5 menyebut, Yesus menekankan bahwa sejak semula Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan. Dan firman Tuhan menyebut laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging,” jelas Pastor Michael Grant dalam akun youtubenya.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *